. Agustus 2011 ~ "Cirebon Site"
Unduh Adobe Flash player

Jumat, 26 Agustus 2011

Pasar Sandang Tegal Gubug



Pasar Tegalgubug-Arjawinangun dikenal sebagai sentra penjualan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Para pemudik dapat berbelanja aneka tekstil, mulai dari kain meteran / kiloan sampai pakaian jadi dengan harga yang lebih murah.

Bidang perdagangan yang mereka lakukan itu berupa penjualan bahan-bahan sandang yang dipusatkan di Pasar Tegalgubug, yang berjarak kurang lebih 500 meter dari desa mereka. Tak hanya pakaian jadi, namun barang-barang lain yang mereka jual adalah bahan dasar pakaian, kerudung, taplak meja, gorden, seprei, maupun bahan sandang lainnya. Barang-barang yang dijual di Pasar Tegalgubug itu asli buatan tangan mereka sendiri.

Setiap hari, denyut kehidupan warga di dua desa itu seolah tak pernah mati. Deru mesin jahit dan hamparan kain yang akan dibuat menjadi barang sandang siap pakai, akan mudah ditemui dalam keseharian sekitar 6.000 warga di Desa Tegalgubug dan 8.124 warga di Desa Tegalgubug Lor. Proses pembuatan barang-barang sandang tersebut dilakukan di rumah masing-masing warga. Aktivitas itu dengan sendirinya telah menjadikan kedua desa tersebut sebagai kawasan home industry.

Desa Tegalgubug dan Desa Tegalgubug Lor terbagi menjadi lima blok, yakni blok satu sampai blok lima. Setiap blok itu masing-masing memiliki produk keunggulan. Untuk Blok Satu, produk yang diunggulkan berupa pakaian jadi, Blok Dua unggul dalam produk kelambu tempat tidur dan taplak meja. Blok Tiga unggul dalam produk kerudung maupun pakaian jadi. Blok Empat unggul dalam penjualan bahan dasar pakaian, dan blok lima unggul dalam produk seprei dan sarung bantal, taplak meja, maupun celana panjang.

Seluruh produk yang mereka buat itu selalu disesuaikan dengan tren yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat, atau yang sering dikenakan para artis sinetron terkenal yang sedang naik daun. Bahkan, mereka pun menamakan produknya sesuai dengan nama artis atau tokoh yang mengenakan model pakaian tersebut. Karenanya, jangan heran jika menemukan ada kerudung ‘Benazir’ (Bhuto), kerudung ‘Teh Ninih’, baju ‘A Rafiq’, baju ‘Talita’ (sinetron Cahaya), ataupun baju ‘Azizah’ (sinetron Azizah).

Barang-barang sandang yang telah mereka produksi itu lantas dijual di Pasar Tegalgubug. Namun, keberadaan pasar itu tidak berlangsung setiap hari, hanya Selasa dan Sabtu yang menjadi hari ‘pasaran’ di pasar tersebut. Karenanya, setiap Senin dan Jumat sore, ribuan warga di dua desa itu akan berduyun-duyun mengangkut barang dagangan yang telah mereka produksi ke pasar tersebut, baik dengan menggunakan mobil bak terbuka ataupun becak.

Aktivitas perdagangan di Pasar Tegalgubug biasa dimulai selepas shalat Isya hingga keesokan harinya sekitar pukul 14.00 WIB. Para pembeli yang datang ke pasar tersebut tak hanya berasal dari wilayah Cirebon, melainkan juga berasal dari berbagai daerah lainnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga negeri jiran Malaysia, bahkan negeri jauh seperti Afrika Selatan, Korea Selatan, maupun Nigeria. Selain kualitas yang bagus dan ketersediaan model pakaian yang lengkap, Pasar Tegalgubug pun diburu para pembeli karena harganya yang jauh lebih murah dibandingkan harga barang serupa di pusat perbelanjaan ataupun di toko biasa.

Salah seorang tokoh masyarakat setempat, Ir H Maslani Samad (47), menjelaskan, sejarah Pasar Tegalgubug dimulai sekitar tahun 1914. Saat itu, warga setempat menggantungkan hidupnya dengan membuat dan menjual kemben, yakni perlengkapan kebaya kaum perempuan pada masa itu. Pasalnya, kaum perempuan di Tegalgubug memang mahir dalam menjahit. Para pembeli kemben itu berasal dari luar wilayah Cirebon. Mereka berdatangan dengan menggunakan pedati pada malam hari.

Seiring berlalunya waktu, aktivitas perdagangan di Pasar Tegalgubug pun terus berjalan. Namun, aktivitas perdagangan itu belum dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Karenanya, kaum lelaki di desa tersebut lantas merantau ke Bandung untuk menjadi tukang becak. Tahun 1960-an, di Bandung mulai menjamur industri tekstil. Seringkali, pabrik-pabrik tekstil itu membuang sisa-sisa kain yang tidak mereka gunakan.

“Melihat hal itu, para tukang becak yang berasal dari Tegalgubug memungut sisa-sisa kain tersebut dan membawanya pulang. Mereka yakin kain-kain itu dapat dimanfaatkan bila diolah lebih lanjut oleh istri mereka yang memang pandai menjahit,” ujar H Maslani.

Keyakinan para tukang becak itu memang tidak keliru. Kain-kain sisa yang telah dijahit menjadi pakaian jadi itu, sangat laku dijual di Pasar Tegalgubug. Bahkan, permintaan pun terus meningkat hingga akhirnya mereka tak lagi hanya menggunakan kain sisa untuk dijahit menjadi pakaian jadi, melainkan juga membeli kain secara utuh.

Melalui promosi dari mulut ke mulut, keberadaan Pasar Tegalgubug pun semakin dikenal. Apalagi, lokasinya yang terletak di sisi jalur utama pantura penghubung Jakarta dan Jateng, menjadikan Pasar Tegalgubug sangat mudah untuk dijangkau oleh para pembeli yang datang dari berbagai daerah. Tercatat, ada sekitar 5.000 pedagang yang kini berjualan di Pasar Tegalgubug.

“Barang-barang di Pasar Tegalgubug sangat laku hingga perputaran uang di pasar ini bisa mencapai kurang lebih Rp 5 miliar untuk setiap hari pasaran. Dengan demikian, jika dihitung satu bulan, maka perputaran uang di pasar ini bisa mencapai kurang lebih Rp 40 miliar,” tutur H Maslani, yang memiliki usaha pembuatan perlengkapan pesta pernikahan dengan nama produk Sanga Sanga Production.

Salah seorang pemilik usaha penjualan bahan dasar pakaian, Hj Sofiyatun, menuturkan, omset penjualannya untuk setiap hari pasaran rata-rata mencapai Rp 200 juta. Bahkan jika permintaan dari pembeli sedang ramai, omset penjualannya bisa mencapai Rp 500 juta untuk setiap hari pasaran. ”Alhamdulillah. Padahal saya memulai usaha ini dengan hanya bermodalkan awal Rp 300 ribu,” kata Hj Sofiyatun.

Menurut H Maslani, aktivitas perdagangan bahan sandang tersebut telah mampu mengubah tingkat perekonomian warga Desa Tegalgubug dan Desa Tegalgubug menjadi jauh lebih baik. Meski desa mereka bernama ‘gubug’ yang berarti rumah sederhana yang berdinding pagar dan beratap jerami, namun kini rumah-rumah warga di desa itu telah berubah menjadi rumah permanen berdinding dan berlantai marmer. Anak-anak mereka pun tidak sedikit yang dapat mengenyam pendidikan hingga tingkat strata satu dan strata dua di berbagai perguruan tinggi. Dan sebagai rasa syukur kehadirat Sang Mahakuasa yang telah melapangkan rezeki, mayoritas warga di dua desa itu rata-rata telah menunaikan ibadah haji, bahkan hingga beberapa kali.

“Namun memang, setiap usaha pasti ada pasang surutnya,” tutur H Maslani.

Maslani menjelaskan, penurunan aktivitas perdagangan di Pasar Tegalgubug pernah terjadi saat harga BBM naik sangat tinggi pada tahun 2001-an, yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Selain itu, faktor alam berupa gelombang laut yang tinggi juga turut berpengaruh karena pembeli di Pasar Tegalgubug banyak juga yang berasal dari luar pulau Jawa.
Berani mencoba? Datang saja ke Tegalgubug.

Sabtu, 20 Agustus 2011

Berokan


Seni Berokan atau Barongan adalah jenis kegiatan yang menggunakan alat utama berokan atau barongan yaitu suatu bentuk tituan kepada binatang singa dan tiruan badan Singa Duga yang dimainkan oleh seorang dalang yang menyusup ke dalam tiruan tubuh raksasa sambil mengoceh dengan meniup terompet yang disimpan di dalam mulut.
Fungsi kesenian ini adalah menyebarkan agama Islam di Cirebon tempo dulu. Waditra yang digunakan adalah terbang, gong, bambu, terompet, gendang dsb.

Jumat, 19 Agustus 2011

Makam buyut trusmi


makam buyut trusmi adalah makam panyiar agama islam di cirebon
letak makam buyut trusmi berada di desa trusmi plered atau penghasil kerajinan batik trusmi kabupaten cirebon
di dalam komplek makam buyut trusmi terdapat berbagai makam makam lainnya yang di keramatkan, juga terdapat dua buah kolam pemandian
suasanna adem akan terasa di sini apa lagi bangunan arsitektur makam buyut trusmi yang unik,biasanya tempat ini selalu mengadakan pergantian suhunan atau atap makam yang terbuat dari kayu setahun sekali,
setiap harinya para peziarah dari berbagai daerah banyak yang mengunjungi makam buyut trusmi terutama saat pergantian atap makam,tempat ini padat ramai oleh para pedagang
juga pengunjung

Senin, 15 Agustus 2011

Kesenian burok / Buroq


Kesenian Buroq lahir di Cirebon diperkirakan tahun 1920 di desa Kalimaro Kecamatan Babakan. Penciptanya yaitu Bapak Ta'al.

Genjring Buroq merupakan kesenian helaran atau arak-arakan terutama dalam khitanan untuk mengarak pengantin sunat. Waditra yang digunakan adalah 4 buah genjring, gong, gitar, biola dsb. Peralatan boneka Buroq terdiri dari boneka yang berbadan kuda bersayap dan berkepala wanita cantik, sepasang boneka ondel-ondel, macan tutul dsb

Sandiwara


Sandiwara adalah kesenian teater yang berkembang di Cirebon diperkirakan berkembang sejak tahun 1945. Seni sandiwara merupakan salah satu jenis seni hiburan, di dalamnya ada tarian seperti Tari Serimpi, tari Bedaya dan dilanjutkan dengan cerita yang diambil dari babad Cirebonan/cerita rakyat.

Waditra yang digunakan adalah rancak bonang, kemyang, saron, titil, penerus, gong, gendang, seruling dsb.

Sintren


Sintren atau Lais menurut dugaan sudah ada sejak zaman animisme dan dinamisme, dimana pada zaman itu digunakan sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi dengan arwah para leluhur.

Pada zaman perkembangan agama Islam di Cirebon juga digunakan sebagai media dakwah dalam menyebarkan agama Islam, dimana sangat banyak pesan-pesan terselubung yang mencerminkan falsafah agama Islam.

Waditra yang digunakan pada Sintren adalah buyung tanah, bumbung/ruas bambu, kendi tanah dan kecrek. Para pelaku adalah seorang dalang sintren atau lais bodor, wiyaga 4-7 orang, juru dupa, juru kawih sebanyak 12 orang.

Minggu, 14 Agustus 2011

TAYUBAN


Tayuban konon lahir di lingkungan kraton dan digunakan untuk menghormati tamu-tamu agung juga digunakan untuk acara-acara penting seperti pelakrama agung (perkawinan keluarga Sultan), tanggap warsa, peringatan ulang tahun, papakan, atau sunatan putra dalem.

Tayuban kemudian menyebar dan berkembang di masyarakat dengan pengaruh negatif baik datangnya dari luar maupun dari dalam.

Waditra yang digunakan adalah laras pelog, gendang, bedug, saron, bonang dsb. Wiyaga berjumlah 15 orang.

Busana Wiyaga bendo, baju taqwa, kain batik dan celana sontok. Busana Ronggeng kembang goyang, melati suren, sanggung bokor, cinatok, sangsangan, krestagen dan alat perhiasan.

kerupuk sambel


Salah satu kerupuk yang terkenal dari Kabupaten Cirebon adalah kerupuk melarat, yaitu kerupuk kanji yang berwarna-warni. Bagi masyarakat Cirebon, menikmati kerupuk melarat harus dengan sambal, yang terbuat dari cabai merah, air, garam, gula merah dan sedikit asam jawa. Sambal lainnya terbuat dari oncom yang oleh masyarakat Cirebon dikenal sebagai dage, yaitu dage, air, garam dan cabe rawit yang dihaluskan kemudian disiramkan di atas kerupuk.

Kerupuk sambel ini banyak juga disajikan dengan kangkung dan toge, biasanya disebut juga dengan nama rujak sambel asem, karena sambalnya yang bercita rasa asam manis pedas.
Hmm... nikmat dan maknyuss...
anda ingin mencicipi kuliner ini???, Datang saja langsung ke CIREBON.

tahu gejrot khas cirebon


Tahu gejrot yang berasal dari Kecamatan Ciledug adalah tahu matang yang berwarna coklat, disajikan dalam wadah yang terbuat dari tanah liat dan berbentuk seperti coet/cobek namun agak tipis, diberi taburan irisan bawang merah dan cabe rawit mentah dengan kuah yang dimasak dengan gula merah.

Rasa tahu gejrot yang manis pedas sangat diminati banyak kalangan, tak heran penjual tahu gejrot banyak ditemui di daerah lain di Pulau Jawa, terutama di Jakarta

Rabu, 10 Agustus 2011

Menara Masjid Raya At-Taqwa Cirebon Dipenuhi Pengunjung


Pengunjung menara Masjid Raya At-Taqwa Kota Cirebon memasuki bulan Ramadahan meningkat dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Operator menara, Jenal (24 tahun) dan Yusup (25 tahun), Rabu (2/8) mengatakan, ada peningkatan pengunjung dibandingkan hari biasanya. "Yang pastinya menjelang ngabuburit ini pengunjung antre dibandingkan hari biasanya," kata Jenal.
Menara Masjid yang tingginya 65 meter itu, menurut Jenal, dibuka setiap Senin sampai Sabtu dari pukul 10.00 WIB sampai 17.30 WIB. Namun untuk hari Minggu dibuka lebih pagi. Pengunjung terdiri dari anak-anak, remaja, hingga dewasa."Untuk hari biasa, kita buka jam sepuluh namun khusus untuk Minggu buka jam sembilan," ujarnya.
Ketika di atas menara, kata Yusup, pengunjung dapat melihat pemandangan Kota Cirebon dan hanya diperbolehkan sampai lantai 13 dari 15 lantai. Karena semakin atas tangganya semakin sempit dan curam. "Di atas kita dapat melihat gunung, stasiun dan laut, dan hanya diperbolehkan sampai lantai 13 saja," katanya.
Sedangkan, pengunjungnya, lanjut Yusup, beragam. Dari mulai pejabat, pelajar sekolah, mahasiswa dan yang sudah berumah tangga dengan anaknya. "Banyak anak-anak muda maupun yang sudah berumah tangga berkunjung ke sini dengan membawa anaknya," ujarnya.
Aldi (18 tahun), seorang pelajar yang berkunjung beserta ketiga temannya dari Kelurahan Sunyaragi, mengatakan, dirinya sengaja datang ke menara At-Taqwa untuk melihat Kota Cirebon dari atas menara Masjid bersama temannya, hingga menjelang buka puasa. "Saya sering ke sini mas dengan teman-teman untuk melihat pemandangan dari atas menara, sambil menunggu buka puasa," ujarnya.(

Puasa

MARHABAN YAA RAMADHAN....Puasa dalam agama Islam atau Shaum (Arab: صوم) secara bahasa artinya menahan atau mencegah. Menurut syariat agama Islam artinya menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Perintah puasa difirmankan oleh Allah pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183.
Berpuasa merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Terdapat puasa wajib dan puasa sunnah, namun tata caranya tetap sama.

Visit CIREBON

Visitor